Selamat datang

WELCOME HERE !!!!

SEPUTAR GEREJA


Misa EKM “Valentine Day’s “, 18 Februari 2012

Pada tanggal 18 Februari bertempat di Gereja Kristus Raja Karawang. Diadakan Acara Valentine Day’s se-Paroki Kristus Raja Karawang. Acaranya sendiri diadakan pada Hari Sabtu setelah Misa EKM yang didampingi oleh Pengurus OMK dan Om Toni selaku DPP Kepemudaan. Misa dimulai Pukul 18.00 wib yang didampingi oleh Pastur Baru Alamsyah,OSC. Setelah misa acara dilanjutkan dengan Ramah Tamah di awali oleh perkenalan dari masing-masing Teman-teman OMK. Setelah diawali acara perkenalan dilanjut masuk kedalam sesi Tebak Injil dimana masing-masing kelompok mempresentasikan sebuat judul bacaan injil. Acara berjalan unik dan penuh kelucuan karena gerak langkah para peserta yang beraneka ragam. Acara ini berlangsung kurang lebih sekitar 2jam lebih dan didampingi sajian ala kadarnya seperti Gorengan,minuman teh dan kopi. Acara berjalan terus – menerus hingga tak terasa malam tlah Menginjak pukul 21.00 wib sehingga acara  pun harus diakhiri. Sebelum mengakhiri acara, acara dilanjutkan Sharing yang di pandu oleh Mbak Andri dan mas Iwan. Sesi berjalan berat  karena sedikit mengarah membosankan dan sedikit banyak yang ngobrol-ngobrol sendiri. Pesan dan kesan yang bisa diambil pertama yaitu tidak terlihatnya Momen EKM yang justru ditonjolkan. Semoga Esok Hari Acaranya dapat dikemas secara meriah dan fantastis. Namun kita sebagai kaum muda harus bangga karena kita berani mencoba walau dengan segala keterbatasan fianancial,tenaga, maupun prasarananya. So Maju truuusss ANAK MUDA GEREJA KRISTUS RAJA KARAWANG. PRoFiciat……. Salluuut Dua Jempol !!

                                                                                                                                                                               Penulis
DOMINIKUS T.P








Misa Sabtu Suci, 07 Maret 2012
Pada tanggal 07 Maret 2012 bertempat di Gereja Kristus Raja Karawang. Diadakan Misa Jumat Agung di Paroki Kristus Raja Karawang. Acaranya sendiri diadakan pada Hari sabtu yang dipimpin oleh Pastur Baru Alamsyah,OSC. Misa diawali oleh Perararakan dari Ruang Ganti menuju ke Pintu Utama Gereja Kristus Raja Karawang. Perarakan membawa lilin besar yang kemudian lampu dimatikan dan lilin besar menjadi sumber untuk menyalakan lilin yang dipegang umat. Misa sendiri  dimulai pukul 18.00 wib yang dilanjutkan misa di dalam serta di samping dan didepan Gereja Kristus Raja Karawang.Misa ini guna untuk mengenang kebangkitan Yesus Kritus dari Kayu Salib. Misa Sabtu Suci ini sungguh penuh apalagi dengan lokasi penempatan bangku umat sungguh berbeda karena justru di tahun ini ditaruh di sebelah kiri. Padahal Misa sendiri diadakan 2 kali pukul 18.00 wibdan 21.00 wib namun misa tetap berjalan lancer dan terkendali. Misa Sabtu Suci ini hampir melibatkan keamananan dari kepolisian dan warga sekitar Gereja berserta Panitia Paskah seksi Keamanan. Kita ucapkan pula banyak trima kasih atas partisipasi panitia dalam penyelenggaraan acara ini sehingga berjalan dengan ramai dan berkesan. Semoga lain waktu acara dapat terselenggara lebih meriah.

                                                                                                                                                                               Penulis
DOMINIKUS T.P







Sabtu, 5 November 2009,
Arah Dasar Keuskupan Bandung 2010-2014
MEMBANGUN GEREJA YANG HIDUP:
MENGAKAR, MEKAR DAN BERBUAH

Kita, umat Allah Keuskupan Bandung, bercita-cita menjadi komunitas yang hidup, mengakar, mekar, dan berbuah. Kita mewujud-nyatakan Kerajaan Allah melalui pemuliaan martabat manusia dan pemulihan keutuhan ciptaan.
Cita-cita tersebut digumuli dalam konteks masyarakat Jawa Barat yang plural. Dalam keberagaman etnik dan budaya, kita menegaskan diri 100 % Indonesia dan 100 % Katolik untuk membangun persaudaraan yang dijiwai semangat silih asih, silih asuh, dan silih asahdalammenumbuh-kembangkan nilai-nilai kristiniani agar meresap bagaikan garam, mengubah bagaikan ragi, dan menyinari bagai terang ke berbagai bidang kehidupan. Sejalan dengan dinamika dan perubahan kondisi sosial politik Jawa Barat, kita ikut ambil bagian dalam seluruh dinamika yang terjadi dengan tetap menyadari diri sebagai bagian utuh dari kenyataan Indonesia, Asia, dan dunia. Searah dengan kehendak  Jawa Barat untuk menjadi Propinsi terdepan dalam menyangga ibu kota negara dan untuk membangun masyarakat yang beriman, berahlak, serta berpihak kepada kaum miskin dan tersisih, kita memperjuangkan pendidikan hati dan budi, keadilan sosial dan ekonomi, kesehatan masyarakat, keadilan dan kesetaraan gender, kelestarian lingkungan, dan perdamaian. Dengan demikian, Umat Allah Keuskupan Bandung menjadi Gereja yang mencintai dan dicintai masyarakat Jawa Barat.
Dengan meneladan iman dan kesetiaan Bunda Maria, reksa pastoral umat Allah Keuskupan Bandung hendak dilaksanakan dengan cara membangun kesadaran tentang pentingnya sejarah dan konteks hidup, membangun keluarga sebagai Gereja Kecil, memberdayakan kelompok basis sebagai komunitas dinamis, mengupayakan pendidikan berkelanjutan di segala bidang, dan mengedepankan orang muda. Kesadaran ini hendak diwujudkan melalui dialog dan kerjasama dengan berbagai pribadi, organisasi, dan institusi dalam jejaring sosial yang luas. Strategi ini lebih dikonkretkan dengan merevitalisasi komisi yang sudah ada dan membentuk komisi lain untuk mengakomodasi masalah, tantangan, dan cita-cita di berbagai bidang.
Untuk mengembangkan gereja yang utuh seperti yang dihidupi Gereja Perdana melalui perwujudan koinonia, liturgia, diakonia, dan kerygma dalam semangat kasih tanpa pamrih, umat Allah  Keuskupan Bandung bertekad untuk meneruskan ajaran dan perbuatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Umat Allah Keuskupan Bandung bertekad mewujud-nyatakan cita-citanya melalui hidup dan karya yang berdasarkan cinta-kasih yang dijiwai kemurahan hati dan kesediaan untuk berbagi dengan meniru perbuatan “Orang Samaria Yang Baik hati” (Luk 10: 25-37). Tekad ini menjadi dorongan untuk terlibat dalam peningkatan kesejahteraan material dan spiritual masyarakat.
Yesus bersabda kepada murid-muridNya: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan terbarkanlah jalamu untuk menangkap ikan” (Luk 5: 4). Sabda ini adalah panggilan kepada umat Allah Keuskupan Bandung untuk memasuki kedalaman hidup melalui Ekaristi agar siap diutus. Setelah kebangkitan, Yesus mengutus para muridNya dengan bersabda: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa samapai kepada akhir zaman.” (Mat 28: 20). Inilah peneguhan bagi umat Allah Keuskupan Bandung untuk mewujud-nyatakan Gereja sebagai komunitas yang hidup, mengakar, mekar, dan berbuah.
Duc in altum,
Bandung, 11 November 2009

PETA PASTORAL 2010-2014

MEMBANGUN GEREJA YANG HIDUP: MENGAKAR, MEKAR DAN BERBUAH

2010    : KELUARGA DAN PANGGILAN (cf. Familiaris Consortio)
·         membangun keluarga sebagai Gereja Kecil:
·         perwujudan koinonia, liturgia, diakonia, dan kerygma dalam semangat kasih tanpa pamrih

2011    : KOMUNITAS BASIS
memberdayakan kelompok basis sebagai komunitas dinamis
2012    : EKARISTI
·         mengembangkan Gereja yang utuh seperti yang dihidupi Gereja Perdana melalui perwujudan koinonia, liturgia, diakonia, dan kerugma dalam semangat kasih tanpa pamrih
·         memasuki kedalaman hidup melalui Ekaristi agar siap diutus
2013    : SOLIDARITAS SOSIAL
·         Sejalan dengan dinamika dan perubahan kondisi sosial politik Jawa Barat, kita ikut ambil bagian dalam seluruh dinamika yang terjadi dengan tetap menyadari diri sebagai bagian utuh dari kenyataan Indonesia, Asia, dan dunia.
·         Searah dengan kehendak  Jawa Barat untuk menjadi Propinsi terdepan dalam menyangga ibu kota negara dan untuk membangun masyarakat yang beriman, berahlak, serta berpihak kepada kaum miskin dan tersisih, kita memperjuangkan pendidikan hati dan budi, keadilan sosial dan ekonomi, kesehatan masyarakat, keadilan dan kesetaraan gender, kelestarian lingkungan, dan perdamaian.
2014    : DIALOG KEHIDUPAN/KEPEDULIAN KEBANGSAAN
Dalam keberagaman etnik dan budaya, kita menegaskan diri 100 % Indonesia dan 100 % Katolik untuk membangun persaudaraan yang dijiwai semangat silih asih, silih asuh, dan silih asah dalam menumbuh-kembangkan nilai-nilai kristiniani agar meresap bagaikan garam, mengubah bagaikan ragi, dan menyinari bagai terang ke berbagai bidang kehidupan.






YESUS SANG TELADAN

DI DALAM MENGHADAPI COBAAN

Hidup manusia dari waktu kewaktu seakan banyak sekali mengalami kejadian-kejadian yang menyedihkan, membuat orang cemas, was-was, takut atau tidak tenang. Kejadian-kejadian itu baik dari akibat kelalaian manusia itu sendiri seperti, kurang waspada, kecerobohan atau kejahatan manusia yang tidak beriman dan kejadian yang diakibatkan oleh factor alam. Seperti  : Banjir, tanah longsor, Gempa bumi, Sutnami, Lumpur lampindo, angin putting beliung dsb.
Dalam keadaan seperti ini jika manusia tidak segera berbenah diri merubah sikap dari kurang peduli menjadi peduli, kurang disiplin menjadi lebih disiplin, kurang tanggung jawab menjadi tanggung jawab, atau singkatnya (bertobat) membangun sikap hidup baik secara vertikal dan horizontal lebih baik. Kemungkinan  bencana dan penderitaan akan terus terjadi.

Dalam situasi seperti inilah kita umat beriman kristiani lebih ditantang dan dicoba untuk mencari penyelesaian yang cepat, tepat, berdaya guna dan lebih manusiawi dan didasari nilai-nilai Injili. bukannya menjernihkan persoalan-persoalannya sendiri, tetapi menjernihkan dan menyelamatkan semua bangsa manusia dan lingkungan sekitar kita sebagai cerminan iman kita yang menjawab panggilan dan utusan Tuhan. Luk. 4 : 18-19.

Setiap saat kita dihadapkan dengan kecenderungan untuk menukarkan iman dengan tawaran yang menjanjikan kekuasaan, kenikmatan, dan kehormatan; padahal iman itulah yang membuat hati kita dekat dengan Allah dan dengan demikian keselamatan hidup kita yang mendasar terjamin.

Kemajuan dunia teknologi dalam banyak hal sangat mengagumkan. Namun jika semuannya itu kita kurang menyikapi dengan lebih kritis, selektif dan sikap yang tanggung jawab, tentu tidak sedikit membalikkan arah hidup kita yang sebenarnya, yaitu TUHAN yang harus dinomer satukan. Memang teknologi canggih memudahkan kita berkomonikasi, melakukan sesuatu, dan mencapai sesuatu, apalagi juga dilengkapi dengan kepemilikan kekayaan, dan kekuasaan. ”semuanya akan lebih mudah”.

Jika kita refleksikan apa arti semua ini ? Kita ditantang, apakah kita tetap ingat akan maksud dan tujuan hidup kita yang sangat mendasar ? Akal kita pun dengan perasaan dan Suara Hati yang paling dalam tetap memimpin kita untuk tetap mencari dengan kesungguhan hati apa yang menjadi cita-cita kita ? mengapa kita berada di dunia  ini ? perlu kita sadari bahwa setiap saat hidup kita berada di dalam pencobaan, entah sangat halus, entah sangat dahsyat. Mampukah kita memenangkan pertarungan dengan pencobaan yang menawarkan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara itu ?

Jika kita bertitik tolak dari Luk 4 : 1 – 13. Ada tiga kekuatan dunia yang sangat menggeliurkan. Ketiga kekuatan tersebut sangat kuat dan begitu relefan  dengan harapan setiap orang, yakni :
1.    Kejasmanian (perut).
2.    Kekuasaan; (kemegahan)
3.    Kehormatan, (popularitas).
Ketiga kekuatan tersebut, jika kita salah mengambil keputusan bias-bisa membuat kita arah dan tujuan kita yang utama, yaitu Allah.



Di dalam Lukas tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan Yesus dalam memenangkan pertarungan-Nya dengan si penggoda, juga menggambarkan situasi Padang Gurun tempat Yesus dicobai.

Situasi Padang Gurun Tempat Yesus Berpuasa dan Dicobai

Sifat pokok yang dikatakan tentang padang gurun adalah keadaan yang sunyi, gersang, dan terbengkelai. Padang Gurun sudah barang tentu bukan tempat yang dihuni orang. Padang Gurun menyiratkan suatu bentangan yang luas dan memberi kesan tidak terbatas. Padang Gurun menggambarkan keadaan yang ekstrim, tidak enak untuk didiami, dan bahkan sepertinya menakutkan. Bentangan Padang Gurun tersebut mungkin tidak rata, mungkin naik-turun tidak teratur dan mungkin kadang-kadang terdapat jurang terjal di sana-sini. Air biasanya susah didapatkan di padang gurun, tanahnya berbukit-bukit, berkapur sehingga menyiratkan  tidak adanya kehidupan.

Tempat seperti itu jelas bukan pemukiman, orang yang masuk kepadang gurun akan menghadapi tantangan nyata terhadap hidupnya. Di padang gurun orang akan menghadapi kekosongan yang luas dan dapat mengancam jwanya. Di padang gurun orang akan bercumbu dengan maut, mereka yang tahu dan pandai  mempertahankan hidup akan tetap hidup, sedangkan mereka yang lemah akan binasa. Setiap orang ditantang untuk berjuang melawan tawaran-tawaran hidup, maka untuk memenangkan cobaan perlu dibangun sikap-sikap seperti:
- Selalu ingat Tujuan
- Sikap Kritis
- Sikap Selektif
- Motivasi tinggi
- Keberanian berjuang
- Tidak mudah menyerah
- Tidak kompromi dengan si pencoba
- Selalu melibatkan Tuhan
Keprihatinan pokok orang bagi orang yang berada di padang gurun adalah bagaimana mempertahankan hidup, bukan menghiasinya dengan macam-macam kemewahan dan perlengkapan tambahan  yang mengenakkan badan.

Setiap orang ditantang untuk memikirkan dan mengarahkan hidupnya kepada yang paling pokok (Tuhan). Sehingga setiap keputusan yang diambil mempunyai nilai yang pokok pula (Transendental).

Padang gurun juga dilukiskan sebagai tempat yang berbahaya, sebab tidak terdapat air, tanahnya tidak mempunyai “kehidupan” tanah yang penuh sengsara, kesedihan dan tidak memberi keselamatan.  Yohanes Pembaptis yang diam di padang gurun dikatakan hanya dapat makan belalang dan madu hutan. Padang gurun sering dikatakan tempat kediaman roh-roh jahat karena memberi kesan berbahaya; tempat pencobaan dari pihak setan, yaitu kekuasaan yang melawan Allah dan melawan keselamatan manusia.

Tetapi padang gurun juga menjadi tempat yang dituju orang bila ia ingin dekat dengan Allah secara mendasar seperti yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis memberitakan amanatnya supaya orang mendekatkan diri kepada Allah, yakni bertobat. “Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun : Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, Luruskanlah jalan bagiNya …..” Luk 3:4

Padang gurun dipilih orang jika ia ingin memperbaharui kehendaknya dengan Allah. Di padang gurun pula, bangsa yang dipimpin Musa belajar mengenal dan bertemu dengan Allah, berlatih hidup dekat dengan Allah, dan dicobai kesetiaannya kepada Allah.
Yesus memilih padang gurun untuk menunjukkan pilihan-Nya yang mutlak, yaitu ingin melaksanakan kehendak Allah Bapa secara radikal. Ia pergi dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Ia menyendiri, berpuasa, berdoa, dan mengalami pencobaan. Dalam arti inilah hidup di padang gurun dapat dikatakan sebagai tempat untuk membuat hidup menjadi lebih bermutu dan lebih mendalam. Orang harus membuat keputusan sendiri mengenai hidupnya. Maka Padang gurun identik dengan tempat untuk :
  • Menyendiri.
  • Berdoa.
  • Berpuasa.
  • Dicobai.

Menyendiri: berarti di Padang Gurun tidak ada orang lain yang menyertai, maka tidak dapat mengandalkan pertolongan dan perlengkapan yang disediakan orang lain atau hasil peradapan. Semua hal harus dilaksanakan sendiri. Orang harus membuat keputusan sendiri pula. Di padang gurun orang “terancam” dan “dapat fatal”, di padang gurun orang “disudutkan” sehingga orang harus bersikap serius terhadap hidupnya. Suasana padang gurun yang demikian itulah yang membawa orang pada keasliannya, seperti halnya padang gurun sendiri tidak menipu dan berpura-pura dalam menunjukkan keganasannya. Orang sungguh dimelekkan matanya atas kekecilannya dan kelemahannya sebagai makhluk. Kendati manusia adalah makhluk social, setiap orang memang pada dasarnya  “sendiri”; lahir kedunia ini bertanggung jawab mengenai dirinya; memegang kendali hidupnya “sendiri”; membuat keputusan tentang baik buruknya hatinya “sendiri”; memilih mencintai atau membenci sesame “sendiri”; memilih kejujuran atau kebohongan “sendiri”; memilih membinatangkan atau memanusiakan peri lakunya “sendiri”; monomer satukan kesenangannya sendiri atau mencoba mewujudkan  cita-cita Allah mengapa ia diciptakannya “sendiri”; dan seterusnya sampai pada suatu ketika seseorang perlu menghadap Sang Pemberi Kehidupan “sendiri”.  Kiranya hidup kita ini juga bias dilambangkan seperti halnya hidup di padang gurun. Meskipun kita tahu bahwa terdapat sesama yang juga hidup di “ padang gurun” dunia ini, tetapi sifat “kesendirian” tidak dapat kita lupakan. Di padang gurun sekaligus dapat memperlihatkan kekuatannya. Dia tidak dapat “bertopang” atau melarikan diri. Dia harus menghadapi tantangannya : menang atau binasa. Demikianlah Yesus menyendiri di padang gurun.

Berdoa: Berdoa berarti membuka hati kepada Allah, Sang Pencipta; mendengarkan apa yang dikatakan Allah di dalam hati; melihat dan memahami apa yang dikatakan oleh alam semesta serta kehidupan sesama mengenai kesejatian  hidup ini; mencecap dalam dirinya apa arti hidup yang hanya sekali ini; Mengagumi kebesaran Allah yang tercermin di dalam jagad raya, sesame manusia, dan diri sendiri; bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya; berterimakasih atas segala anugerah yang diberikan oleh Allah.
Berdoa juga berarti mengakui kekecilannya di hadapan Allah; mengakui  dan menerima bahwa tidak sedikit  kesalahan yang sengaja dibuatnya; memohon ampun atas kesalahan yang dibuatnya; mengakui bahwa keselamatan sejati tidak dapat dibangunnya sendiri walupun dicoba dengan segala daya dan harta yang ia punya; memohon keselamatan sejati itu dari Allah;
Berdoa juga berarti menumpahkan sama sekali segala isi hatinya di hadapan Allah, dengan segala kekawatiran dan harapan. Orang berdoa di hadapan Allah sudah barang tentu untuk mohon berkat atas tugasnya yang ia embank di dalam hidup ini. Demikian juga Yesus berdoa kendati Ia tidak berdosa. Yesus berdoa di padang gurun, di hadapan Allah Bapa, dan dituntun oleh Roh Kudus.

Berpuasa: Berpuasa pada umumnya diidentikkan dengan tindakan tidak makan dan tidak minum. Yohanes pembaptis hanya makan belalang dan madu hutan. Semacam itulah yang dilaksanakan oleh Yesus. Berpuasa atau berpantang dilaksanakan sebagai persiapan hati untuk berjumpa dengan Allah, untuk memohon berkat sebelum melaksanakan tugasnya yang penting, untuk meratapi kesalahannya, untuk memohon ampun atas dosa-dosa baik yang pribadi maupun yang kolektif, untuk memohon pencerahan hati. Oleh karena itu puasa tidak dapat dipisahkan dari doa dan sedekah khususnya memperhatikan dan menyelamatkan kaum miskin dan yang menderita.
Yesus berpuasa di padang gurun untuk menyatakan kesediaan-Nya melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Ia diutus oleh Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia dari dosa, maut dan kematian serta menyatukan kembali manusia dengan Allah Bapa.


Dicobai: Pencobaan dapat disamakan dengan ujian. Orang dicobai atau diuji apakah “lulus” atau tidak. Seperti halnya seseorang dicobai kadar kebebasannya di dalam suatu pergaulan antara manusia, demikian juga dapat dikatakan seseorang diuji kadar kedekatannya dengan Allah. Cobaan merupakan hal yang khas dalam hidup manusia. Pada akhir doa “Bapa Kami” terdapat permohonan “Jangan masukan kami kedalam pencobaan” yang berarti janganlah masukkan kami ke dalam godaan yang membawa dosa dan kebinasaan”.
Kewaspadaan adalah penjaga hati manusia. Sudah barang tentu di dalam godaan ini orang perlu pertolongan Allah melalui doa. Oleh karena itu, kita mendapat pelajaran berdoa: “Tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat”. Ada banyak nama untuk merumuskan kekuatan jahat ini, misalnya setan, si jahat, penggoda, beelsebul, si pembohong, si musuh, pangeran dunia ini, ular, dsb.
Allah bukanlah pencipta kejahatan yang ada di dunia ini. Bila setan atau iblis, dsb, dipribadikan, hal ini adalah untuk memudahkan pemahaman kita menanggapi panggilan Allah yang tertanam di dalam lubuk hati kita. Manusia di minta memperhatikan isi pokoknya, yaitu adanya kekuatan yang nyata di dunia ini yang menarik manusia “ke bawah” dan menjauh dari Allah sebagai sumber keselamatannya. Di dunia ini kekuatan itu bekerja dengan bermacam-macam cara, baik halus maupun yang kasar, bahkan sepertinya mempunyai suatu persekutuan kekuatan. Oleh karena itu, kita perlu sadar bahwa kekuatan jahat itu melampaui kekuatan manusia sehingga kita memerlukan pertolongan dari Allah sendiri supaya selamat dari kebinasaan.

SIKAP TIDAK KOMPROMI DALAM MENGHADAPI PENCOBAAN
Bicara mengenai tiga cobaan diatas, apa yang ditawarkan  iblis kepada Yesus tampak baik dan menarik. Kita dapat menarik makna dari kisah itu, kita mempunyai pendapat bahwa godaan yang dialami Yesus dapat pula kita alami. Mungkin kita dapat berpikir sebagai berikut :
  • Pada pencobaan pertama diketengahkan sikap: ”hidup tidak perlu repot-repot, pilih hidup yang enak-enak saja; kalau perlu mencari trobosan saja; kehendak Allah nomer dua saja.”
  • Pada pencobaan kedua diketengahkan masalah kekuasaan dengan kemuliaan atau kemegahan. ”Apa salahnya mempunyai kekuasaan dan kemuliaan atau kemegahannya ? bukankah mempunyai kekuasaan politis itu penting ? kehendak Allah nomer dua saja !
  • Pencobaan ketiga memunculkan nilai religius, yaitu mengharapkan ”pertolongan Allah melalui keajaiban. Hal-hal yang biasa tidak menarik. Kehendak Allah, yang perlu terlaksana dalam hal-hal yang biasa, nomer dua saja.”

Nilai-nilai tersebut memang menarik sekali bagi manusia. Apa yang seluruhnya buruk tidak mungkin menarik. Akan tetapi, sesuatu yang tampak bai dapat menjadi buruk apabila nilai yang lebih rendah diutamakan dari nilai yang lebih tinggi. Dalam pencobaan-pencobaan tersebut, Yesus dihadapkan pada dua pilihan, yaitu  memilih tawaran iblis atau memilih kehendak Allah Bapa, kendati harus melalui sengsara dan kematian-Nya di salib. Dengan tegas dan tanpa ragu-ragu Yesus menolak tawaran iblis tanpa kompromi sebab bagi Yesus kehendak Allah Bapa harus dinomersatukan. Melaksanakan kehendak Allah Bapa bagi Yesus merupakan nilai tertinggi. Nilai lain tidak berarti bagi-Nya.

Suasana padang gurun membawa orang keasliannya, seperti padang gurun sendiri tidak menipu dan berpura-pura dalam menunjukkan keganasannya. Di padang gurun, orang dihadapkan pada kelemahannya sebagai makhluk, sekaligus pada kekuatannya. Dia tidak dapat bertopang atau melarikan diri.
 REFLEKSI :
  • Bagaimana dengan diri kita sendiri dalam menghadapi ”padang-padang gurun” kehidupan kita setiap hari ?
  • Apa kita sering mengambil jalan pintas dan yang memberi kenikmatan sesaat itu ?
  • Atau beranikah kita seperti Yesus yang menolak tawaran iblis dengan tegas dan tanpa kompromi dengan  tawaran-tawaran dalam hidup yang memberi kenikmatan sesaat ?
  • Beranikah kita tetap menomersatukan Allah Bapa sebagai ”nilai tertinggi” dalam hidup kita ?
  • Mungkin kurang pedulinya kita terhadap mereka yang menderita dan membutuhkan pertrolongan kita, bisa menjadi salah satu gurun kehidupan kita di masa natal yang lalu. Tetapi beranikah kita memaknai natal Yesus ini dengan berbuat kasih terhadap sesama tanpa pengkotak-kotakan ?


DOA DAN SIKAP PERCAYA KEPADA TUHAN DAPAT MENEGUHKAN DIRI DALAM MENGHADAPI PENCOBAAN
Berkali-kali kata ”berdoa” muncul dalam Injil Lukas 22 : 39 – 46.
  • ”Berdoalah supaya kamu jangan jatuh kedalam  pencobaan.” (ayat 40)
  • ”Lalu, Ia berlutut dan berdoa” (ayat 41)
  • ”Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa” (ayat 44)
  • ”Lalu, Ia bangkit dari doa-Nya” (ayat 45)
  • ”Bangunlah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh kedalam pencobaan” (ayat 46)
Isi doa Yesus ”Ya Bapa-Ku, Jikalau Engkau mau, ambilah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42)
Pada kata ”ambilah cawan ini dari pada-ku” menunjukkan sepertinya ia tidak kuasa lagi menerima ”cawan” dari Bapa-Nya, seakan-akan Yesus mau menghindar dari penderitaan yang akan menimpa-Nya.
Namun dilanjutkan kemudian dengan mengatakan: ”Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi”. Menunjukkan satu tahap kemenangan Yesus yang tidak lebih mengendepankan kemauan secara manusiawi belaka, tetapi lebih mengutamakan atau tetap menomersatukan kehendak Bapa-Nya. Ia memilih taat kepada perutusan-Nya sebagai Mesias demi keselamatan manusia.
Di Taman Getsemani ( Luk 22:39-46; Mat 26:36-46; Mrk 14:32-42).

                                *SERVIENS DOMINO CUM OMNI HUMILITATE*


                                                                                                                 Karawang, 10 Januari   2010
                                                                                                                               Yulius Susilo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar